Mahkamah Konstitusi Menunda Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sengaja menunda pembacaan
putusan atas uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden.
Penundaan tersebut diduga terkait kompromi politik yang
dilakukan antara hakim konstitusi dengan elit partai politik yang tidak ingin
melaksanakan Pemilu Serentak Pada Tahun 2014.
Hal itu dikatakan pengamat politik dari Sinergi Masyarakat
untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin kepada Kompas.com, Kamis
(23/1/2014).
Menurut Said, putusan
atas uji materi tersebut seharusnya sudah dapat dibacakan sejak 2013 lalu.
Dengan demikian, partai politik memiliki cukup waktu untuk mengatur strategi
baru dalam menghadapi perubahan rencana pemilu yang akan dilaksanakan secara
serentak.
"Saat mantan Ketua MK Mahfud MD mengatakan bahwa hakim
konstitusi sudah menggelar rapat permusyawaratan hakim terkait perkara pemilu
serentak itu sejak April 2013, maka sejak itulah saya menduga bahwa MK
sebetulnya mengabulkan permohonan pemohon, tetapi karena alasan tertentu,
mereka tidak berani untuk segera membacakan putusan itu," katanya.
Said menambahkan, atas dugaan tersebut, MK akhirnya baru
membacakan putusan uji materi itu menjelang pelaksanaan Pemilu 2014. Dengan
harapan, MK merasa memiliki pertimbangan logis untuk memutuskan agar pemilu
serentak baru dilaksanakan pada 2019 mendatang.
MK mengabulkan uji materi UU 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan akademisi Effendi Ghazali bersama
Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak. Putusan berlaku pada Pilpres 2019.
Pasal yang diajukan ialah Pasal (3) Ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan
(2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112.
Dengan dikabulkannya gugatan ini, penyelenggaraan Pemilu
Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 dan seterusnya akan digelar serentak
sehingga tak ada presidential threshold untuk mengusung calon presiden dan
wakil presiden.
0 komentar:
Posting Komentar